Thursday 17 November 2011

Service Excellence (Sheraton Hotel)

Blog hari ini berbeda dari posting-posting sebelumnya, karena hari ini kelas service marketing berpindah tempat ke Sheraton Hotel Surabaya. Para mahasiswa langsung berkumpul di Sheraton pukul dua siang, ditemani oleh Ibu Nini dan Pak Alex. Satu jam pertama, kami diajak untuk berkeliling hotel, melihat fasilitas-fasilitas yang ada serta jenis-jenis kamar di Hotel Sheraton. Setelah itu, kami diajak untuk menikmati makanan kecil (this is my favorite part).  Lalu, kami diajak untuk mendengarkan presentasi tentang Sheraton hotel, yang menurut saya sangat bermanfaat.
Sheraton Hotel Surabaya merupakan salah satu properti milik Starwood hotels and resorts. Starwood sendiri terdiri dari 9 brand, yaitu Westin, Sheraton, The Luxury Collection, Le Meridien, W hotels, St. Regis, Aloft, Four Points, and Element. Total kamar di Sheraton Surabaya adalah 348 kamar dengan 8 tipe kamar. Kamar yang paling mahal adalah presidential suite yang terdiri dari 5 kamar, terdapat buttler 24 hours, dengan harga 17juta/night. Hal menarik yang saya lihat dari Sheraton adalah mereka menghargai para staff nya. Setiap bulan di Sheraton Surabaya akan diadakan sebuah acara dimana para pemegang posisi atas GM, direktur, and manager akan melayani para staff" bawahan dalam acara catering gathering. Staff yang berprestasi akan mendapatkan pengharagaan dan apresiasi dari Sheraton, sehingga karyawan akan bekerja dengan lebih baik karena merasa kinerjanya dihargai.

Pembicara menjelaskan tentang OpEx (mengelola jaminan kualitas pelayanan secara keseluruhan), yang mempunyai brand standard classificastion dengan 6 kategori: welfare and security, product and services, brand identity, service culture and delivery, conditions, and cleanliness.
OpEx framework untuk service profit chain adalah dimulai dari excellence associate --> operational excellence --> highly satisfied customer --> long-term profitability. Sedangakn untuk mencapai GSI (guest satisfaction index) maka harus dimulai dari six sigma yang mengacu pada: brand assurance, safety and security, food safety and hygiene, and environmental sustainable program.

Sheraton memiliki tagline yang sangat bagus dan membangun semangat para staff nya, yaitu life is better when shared. Sheraton juga memiliki core values, antara lain warm, connected, and community. Sheraton menerapkan design direction yang luxury (menggunakan sweet sleeper: kenyamanan yang hanya dapat ditemukan di Sheraton's mattress), key brand differentiators (opportunity to share), dan market / location (global gateaway dengan lokasi yang strategis dan sesuai. Sheraton (mungkin bisa dibilang Starwood Group juga) mengakui bahwa saingan utama mereka saat ini adalah Marriott Group, terutama untuk Sheraton Surabaya yang letaknya besebelahan dengan J.W. Marriott.
Setelah presentasi, pembicara memberikan beberapa pertanyaan. Lucky me saya menjawab pertanyaan pertama dengan benar dan tidak disangka-sangka mendapatkan boneka beruang lucu bertuliskan Sheraton Hotel Surabaya. That's all for today. Posting ini adalah  postingan terakhir di semester 5. Semoga saya mendapatkan nilai yang baik dari Pak Sandy :D CU!

Thursday 10 November 2011

Marketing Mix

Blog kali ini menjelaskan tentang studi kasus Massachusetts Audubon Society (MAS) dan the Marketing Mix. MAS yang merupakan organisasi lingkungan non-profit yang menjalankan sekitar 40 suaka alam. Kasus kali ini berlatar belakang MAS ingin meningkatkan loyalitas dan keikutsertaan anggotanya agar lebih aktif dan terlibat dalam upaya perlindungan.
Masalah muncul ketika hasil dana umum beroperasi dari 1999 sampai 2001 mengalami penurunan, terutama dalam iuran keanggotaan, program pendapatan, dan non-salary Program (program sukarelawan atau dari luar sumber). Tiga aspek tersebut berujung pada penurunan penerimaan dan menjadi perhatian dari MAS.
Tindakan yang perlu dilakukan oleh MAS untuk mencapai tujuannya adalah dengan memperkuat peran dan posisi MAS sebagai pemimpin dalam konservasi lingkungan di  Massachusetts, sehingga membedakannya dari organisasi lingkungan lainnya. Selain itu, MAS perlu melakukan transparansi terhadap laporan keuangan perusahaan sehingga para anggota mengetahui kondisi perusahaan. MAS juga harus memberikan informasi yang jelas tentang apa saja yang mereka dapatkan sebagai member.

Setelah berdiskusi tentang MAS, Pak Sandy menjelaskan tentang marketing mix. Marketing mix terdiri dari beberapa aspek. Beberapa yang saya ingat adalah price, product, promotion, place, dan people. 4 P yang pertama sudah saya ketahui sebelumnya, sedangkan P yang terakhir yaitu people menjadi hal yang paling menarik bagi saya. People menjelaskan tentang employees, management, budaya perusahaan (visi dan misi), serta customer service. Tentu saja People merupakan aspe yang tidak kalah penting dibandingkan 4 P yang lain dalam sebuah marketing mix.

Thursday 3 November 2011

Service Productivity

Blog hari ini membahas tentang Starbucks Company. Ada banyak pelajaran yang dapat saya petik dari kasus hari ini. Starbucks merupakan salah satu kedai kopi yang sangat sukses di tahun 1990an, tetapi sangat disayangkan memasuki tahun 2000an Starbucks mengalami penurunan dalam hal kepuasan konsumen namun juga peningkatan dalam jumlah cabang. Menurut saya, Starbucks memiliki value proposition yang bagus yaitu ingin meletakkan diri mereka sebagai tempat ke tiga bagi masyarakat setelah rumah dan tempat kerja. Untuk dapat melihat penurunan yang terjadi ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan:
- customer snap-shot (mystery shopper) : internal dan dilakukan oleh orang dari dalam perusahaan.
- survei: eksternal dan dilakukan kepada real customer.
- real transactions: dilihat dari apa yang sesungguhnya terjadi.
Dua aspek pertama merupakan hal yang kualitatif dan itu merupakan persepsi dari masing-masing individu yang bersangkutan. Poin ke tiga merupakan data kuantitatif yang dilihat dari setiap transaksi nyata yang terjadi. Dari data kualitatif dan kuantitaf yang didapat, dapat diketahui bahwa Starbucks memang mengalami penurunan (meskipun omzet mereka bertambah secara total karena bertambahnya cabang namun omzet per cabang menurun). Penurunan yang ada terjadi terutama karena terlalu banyaknya jenis produk yang ditawarkan (1 jenis produk baru setiap holiday season) dan semua produknya dapat di customized sesuai dengan keinginan konsumen yang akhirnya menyebabkan waiting time yang dibutuhkan semakin bertambah banyak dan membuat staff kesulitan (banyaknya resep produk yang harus diingat dan banyaknya customized product dari konsumen).
Apabila Starbucks melakukan investasi 40 million USD, kami menyarankan untuk fokus pada service dan teknologi untuk meningkatkan kecepatan dalam memberikan pelayanan sehingga kepuasan pelanggan dapat meningkat kembali.