Thursday 3 November 2011

Service Productivity

Blog hari ini membahas tentang Starbucks Company. Ada banyak pelajaran yang dapat saya petik dari kasus hari ini. Starbucks merupakan salah satu kedai kopi yang sangat sukses di tahun 1990an, tetapi sangat disayangkan memasuki tahun 2000an Starbucks mengalami penurunan dalam hal kepuasan konsumen namun juga peningkatan dalam jumlah cabang. Menurut saya, Starbucks memiliki value proposition yang bagus yaitu ingin meletakkan diri mereka sebagai tempat ke tiga bagi masyarakat setelah rumah dan tempat kerja. Untuk dapat melihat penurunan yang terjadi ada beberapa tolak ukur yang dapat digunakan:
- customer snap-shot (mystery shopper) : internal dan dilakukan oleh orang dari dalam perusahaan.
- survei: eksternal dan dilakukan kepada real customer.
- real transactions: dilihat dari apa yang sesungguhnya terjadi.
Dua aspek pertama merupakan hal yang kualitatif dan itu merupakan persepsi dari masing-masing individu yang bersangkutan. Poin ke tiga merupakan data kuantitatif yang dilihat dari setiap transaksi nyata yang terjadi. Dari data kualitatif dan kuantitaf yang didapat, dapat diketahui bahwa Starbucks memang mengalami penurunan (meskipun omzet mereka bertambah secara total karena bertambahnya cabang namun omzet per cabang menurun). Penurunan yang ada terjadi terutama karena terlalu banyaknya jenis produk yang ditawarkan (1 jenis produk baru setiap holiday season) dan semua produknya dapat di customized sesuai dengan keinginan konsumen yang akhirnya menyebabkan waiting time yang dibutuhkan semakin bertambah banyak dan membuat staff kesulitan (banyaknya resep produk yang harus diingat dan banyaknya customized product dari konsumen).
Apabila Starbucks melakukan investasi 40 million USD, kami menyarankan untuk fokus pada service dan teknologi untuk meningkatkan kecepatan dalam memberikan pelayanan sehingga kepuasan pelanggan dapat meningkat kembali.

No comments:

Post a Comment